Hafalan dan Murojaah

Siang tadi aku melihat salah satu cerita di akun instagram temanku. Dia (temenku) membagikan ulang postingan temannya. Dalam postingan tersebut temannya bercerita sepenggal perjuangannya menghafal Al-Qur'an. Di akhir cerita dia menyampaikan bahwasannya mentor hafalannya berpesan jika menghafal bukan sekedar selesai 30 juz. Namun, tentang bagaimana menjaga kalam-Nya dan menginternalisasikan apa yang dihafal ke dalam kehidupan sehari-hari. 

Aku pun teringat sebuah kalimat serupa yang tertulis pada sampul bukuku. Buku yang kudapat sebagai hadiah karena menjadi peserta terbaik (kalau tidak salah) dalam program menghafal dan tadabur qur'an yang diselenggarakan oleh Ngafal Ngefeel. Pada sampul buku tersebut tertulis "Hafalan itu bukan tentang jumlah. Melainkan tentang bagaimana ia dapat membekas dan mengubah kita sang penghafalnya". MashaAllah tertegun diri ini dengan dua pesan tersebut. 

Pada akhirnya membuatku ingin menyampaikan juga dari sudut pandangku. Sebelumnya, aku bukan bermaksud untuk ria tapi inshaAllah tulus ingin berbagi. 

Alhamdulillah, atas izin Allah aku diberi kesempatan untuk bisa menghafal Al-Qur'an 30 Juz. Allah maha baik memudahkan jalanku selama enam tahun di pesantren untuk menghafal Qur'an dengan segala lika-likunya. Sejujurnya, aku dapat menghafal karena terfasilitasi. Jadi jika ditanya bagaimana bisa menghafal 30 Juz, aku bingung. 

Setiap orang pasti punya cerita dan begitupun diriku. Bagiku perjuangan yang sebenarnya adalah melakukan muroja'ah hafalan yang sudah pernah dihafal. Bagi seorang penghafal, itu merupakan tanggung jawab dan kewajiban. Dan bagiku tanggung jawab ini sangat berat. 

Ketika lulus SMA atau pesantren, aku menyadari betapa bersyukurnya aku terfasilitasi di pesantren. Di luar, aku harus mengelola waktu secara mandiri untuk muroja'ah dan menghadapi godaan-godaan syaitan yang membujuk diri untuk menunda muroja'ah. Aku mengakui sekali lagi bahwa itu sangat berat bagiku. Lingkungan tempat dan sosial tidak mendukungku untuk muroja'ah. Aku benar-benar harus berjuang sendirian. 

Pada saat-saat itu, aku merasa hafalanku adalah beban bagiku. Aku merasa harus menjaga sikap dan perkataanku yang diberi label 'penghafal qur'an'. Belum lagi ditanya "Kamu hafal Qur'an ya? Berarti kalau diuji acak bisa ya?" dan lainnya yang membuatku tertekan. 

Tapi ternyata itu bagian dari prosesku. Prosesku untuk benar-benar menyadari bahwa hafalanku adalah hidayah terbaik yang diberikan-Nya. Kalau dalam bahasa inggris aku menyebutnya Gift. 

Jika menceritakan perjalananku menghafal dan muroja'ah akan sangat panjang. InshaAllah mungkin lain kali. Tapi kembali kepada dua pesan di awal tulisan ini. Aku setuju dengan pesan atau pernyataan tersebut. Hafalan dan muroja'ah adalah proses seumur hidup. Ketika selesai menghafal 30 juz, bukan berarti tanggung jawab terhadapnya lepas. Atau ketika sudah mutqin (hafal di luar kepala) 30 Juz maka selesai kewajiban muroja'ahnya. Bukan seperti itu.

Hafidzotul Qur'an yang sebenarnya bagiku adalah orang yang menjaga Al-qur'an dengan segenap ketulusan dan kemurnian hati. Menjaga nilai-nilai Al-qur'an untuk selalu terpatri dalam diri. Menghafal satu hari satu ayat meskipun membutuhkan waktu seumur hidup, menurutku itu sudah bagian dari upaya menjaga Al-qur'an. Berjuang dengan penuh kesabaran dalam muroja'ah Al-qur'an meskipun saat ini hanya mampu muroja'ah 1/2 - 1 halaman, itu sudah baik. Allah tidak melihat jumlahnya saja tapi bagaimana hati dan diri kita tulus dalam perjuangan menjaganya (Al-qur'an).

Jadi pesan dariku, bersabarlah dalam menghafal dan muroja'ah. Pelan-pelan saja berproses dan yang terpenting adalah istiqomah. Satu ayat perhari atau satu halaman muroja'ah perhari, nikmati saja. Rasakan kuatnya ikatan hatimu dengan Al-qur'an ketika membaca huruf demi huruf serta ayat-demi ayatnya. Itu juga sudah bagian dari perjuangan. Ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang ada di dalam dada kita.

Semangat hai kau para pejuang penghafal Al-Qur'an! Ingatlah bahwa Allah selalu bersamamu.

Comments

Popular Posts