Sembilan Hari Terakhir
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Q.S. Ali 'Imran : 185)
Pada bulan februari -mungkin awal bulan-, aku mendapatkan kabar bahwasanya keluargaku positif terinfeksi Covid-19. Pada saat itu aku sudah berada di Pare, Kediri untuk kursus bahasa. Sejak mendengar kabar itu, satu orang dan satu-satunya yang paling aku khawatirkan kondisinya adalah Ummi-ku. Sejak tahun 2016, Ummi didiagnosa menderita penyakit gagal ginjal dan sudah menjalani cuci darah dengan metode CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) selama kurang lebih lima tahun terakhir. Sebenarnya sejak menjalani CAPD, tanda dan gejala yang ada pada Ummi berkurang sehingga beliau dapat beraktifitas seperti biasa (Memasak, mencuci, pergi keluar dsb) meskipun tidak seleluasa dahulu ketika masih sehat. Ummi juga sudah dua tahun tidak diopname di RS dan sudah mendapatkan vaksin 2x dosis.
Sejak mengetahui kabar itu, aku khawatir dan frequensi komunikasi dengan orang rumah meningkat (Video Call). Aku berusaha memastikan gejala-gejala Ummi yang waktu itu isoman. Pilihan isoman diambil daripada rawat inap karena kalau di rumah ada abi yang rawat dan ummi hanya ingin dirawat abi. Dan kalau sendirian pun akan mempengaruhi psikologis beliau yang kemungkinan hanya akan memperparah penyakit beliau.
Tiga minggu Ummi baru dinyatakan negatif Covid-19. Ternyata, infeksi virus tersebut berdampak pada kerusakan jaringan di paru-paru Ummi sehingga beliau sering ngos-ngosan dan sesak nafas. Karena hal tersebut, Ummi dibawa ke RS untuk konsultasi ke dokter. Aku lupa bagaimana cerita rincinya, tapi akhirnya Ummi dirawat di ICU selama beberapa hari sampai negatif Covid-19 (ketika dicek di RS beliau ternyata masih positif). Setelah negatif, beliau pulang ke rumah.
Beberapa hari kemudian, aku mendapat kabar lagi kalau Ummi masuk RS dan dirawat inap. Sejak seminggu sebelum pulang mendadak ke Bekasi atau dua minggu sebelum Ummi meninggal, aku memikirkan apakah sebaiknya aku pulang atau enggak. Tapi di satu sisi kursus yang sedang kujalani juga belum selesai. Aku sempat bertanya dengan kedua orang tuaku "Ini mbak pulang aja atau gimana?" Dan mereka bilang nggak usah pulang karena tanggung sebulan lagi. Yasudah akhirnya keputusanku untuk pulang tidak jadi. Tapi tetap, karena kondisinya di rumah waktu itu hanya bertiga saja, kegalauan untuk pulang masih saja ada.
Hari Sabtu, 19 Maret 2022 aku video call Abi dan Ummi untuk menanyakan kabar dan memberi kabar terkait adikku yang kedua. Saat itu ternyata Ummi sedang bersiap pulang dari RS dan malamnya sudah pulang ke rumah. Hal yang paling kuingat dari ucapan Ummi sore itu adalah beliau bersemangat sekali ingin mencarikan pasangan buat aku, Ummi bilang "Mbak kamu beneran mau nikah kan? Nanti Ummi cariin ya....". Dan hari itu ada sedikit ketenangan dalam diriku untuk menyelesaikan kursus setelah mendapat kabar Ummi akan pulang dari RS.
Hari Ahad, 20 Maret 2022 aku sedang chat dengan sepupuku dan dia bilang "ehiya katanya maci aang ngedrop lagi zah?". Sore itu juga aku menelpon Abi namun tidak diangkat dan akhirnya aku menelpon adikku yang paling kecil. Dari situ aku mendapat kabar kalau sejak malam Ummi tidak bisa tidur dan siang itu sempat tidak sadar ketika dibangunkan sehingga harus dibopoh ke RS bersama Abi, Maci (Tante), dan sepupu. Sore itu abi menelpon balik dan menceritakan keadaan Ummi yang mengharuskan beliau menjalani CT scan karena diduga adanya penyumbatan (Ternyata hari itu Ummi terkena serangan stroke ringan). Jujur, mendengar cerita itu aku takut terjadi hal yang buruk dan aku bilang ke abi bahwa aku sepertinya harus pulang. Dan akhirnya Abi mengijinkan meskipun awalnya masih kekeuh bilang nggak usah. Nggak lama, Maci menelpon aku dan menceritakan hal yang sama namun beliau sambil menangis yang membuat aku pun ikut menangis. Dan hal yang paling membuat aku takut adalah Ummi yang meminta kakaknya datang ke RS yang mana itu bukan hal biasanya. Ba'da maghrib akhirnya aku memesan tiket bus, namun malamnya Bude atau kakak Ummi meminta aku untuk memesan tiket pesawat agar cepat sampai, istirahat lalu bisa langsung menunggu Ummi. Sejak sore hingga malam, bahkan sampai esok hari di perjalanan menuju bandara aku menangis karena saking takutnya dan keadaan aku yang jauh nggak bisa melihat keadaan Ummi.
Senin, 21 Maret 2022 barang-barangku sudah rapi ku kemas. Pagi itu aku mengurus pengembalian sepeda ontel, penundaan program bahasa, cargo setengah barang-barangku karena bagasi pesawat hanya untuk 20 Kg dan berpamitan dengan teman-teman. MashaAllah, perjalanan hari itu benar-benar seperti dimudahkan. Dan semua diakomodasikan oleh Bude/kakak Ummi. Dari Pare - Juanda - CGK - Bekasi aku hanya tinggal duduk saja, sama sekali tidak ada kendala. Sesampainya di rumah hanya ada adikku yang paling kecil dan aku langsung istirahat karena lelah.
Selasa, 22 Maret 2022. Pagi harinya aku langsung siap-siap dan pukul 06.15 aku berangkat ke RS. Ummi dirawat di ICU sehingga tidak ada jam kunjungan. Kami keluarga hanya diizinkan masuk untuk menyuapi makan saja. Selama empat hari rutinitas kami seperti itu, pagi Aku yang jaga, jam 19.00 aku pulang aplusan dengam abi bahkan terkadang sore abi sudah datang dan pukul 22.00 adikku yang pertama tiba di RS menggantikan Abi. Hal yang aku syukuri adalah selama empat hari tersebut aku masih bisa bertemu Ummi, nyuapin Ummi, memijat badan Ummi, dan ngobrol dengan Ummi tentang hal-hal yang baru-baru itu aku alami.
Sampai pada hari Sabtu, 26 Maret 2022 pukul 10.00an aku dipanggil oleh suster untuk masuk ruang ICU. Pada saat itu, aku sama sekali tidak berpikir hal-hal yang buruk. Aku awalnya mengira dipanggil untuk menyuapi Ummi karena kata adikku tadi pagi makannya belum selesai. Namun saat aku masuk ruang ICU, dari kejauhan aku sudah melihat para sustet dan dokter berkumpul mengelilingi kasur Ummi. Aku yang merupakan lulusan bidang kesehatan setidaknya tahu mengenai tanda-tanda vital. Saat itu layar alat Ummi berkedip-kedip warna merah, Nadi 200 x/menit, Tekanan Darah 180/100 an yang mana itu tidak normal. Saat itu aku takut, panik dan tidak tahu harus melakukan apa. Dokter memanggil untuk meminta persetujuan jikalau Ummi membutuhkan ventilator untuk dipasang. Akhirnya aku menelpon abi untuk menanyakan perizinan tersebut dan beliau mengizinkan jika itu memang harus dilakukan. Perasaanku takut dan sedih, aku udah nangis karena ketakutan dan aku pun chat abi "Abi cepetan, aku takut sendirian" dan alhamdulillahnya nggak lama abiku datang. Sore itu juga Ummi dipasang ventilator dan NGT. Alhamdulillah adikku yang paling kecil sempat bertemu Ummi hari itu karena dia sudah tidak bertemu Ummi sejak seminggu terakhir meskipun pada saat itu kesadaran Ummi apatis.
Sejak Ummi dipasang ventilator dan NGT, peluang kami untuk masuk ke ruangan sudah tidak ada karena Ummi makan melalui selang. Dan sejak itu, aku paling takut dipanggil suster karena kalau dipanggil aku berprasangka hal buruk sedang terjadi. Sejak itu abi nggak pulang kalau malam karena kita anak-anaknya juga takut sendirian jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Hari Ahad, 27 Maret 2022 Abi cerita kalau ventilator Ummi sudah dikurangi 50% sehingga 50% nya lagi Ummi bernafas secara alamiah dan tidak ada respon buruk dari tindakan tersebut. Dari cerita itu aku sedikit berlega hati, kembali berharap Ummi masih kuat dan bisa pulang sebelum ramadhan.
Hari Senin, 28 Maret 2022 seperti biasa aku sudah sampai RS pukul 06.30 an. Menunggu di ruang tunggu seperti biasa. Pukul 10.00 an aku dipanggil suster dan ternyata suster tersebut mengembalikan barang Ummi yang tidak terpakai dan meminta keluarga untuk membelikan waslap. Pada kesempatan itu aku menanyakan kondisi Ummi dan kondisinya tidak jauh berbeda dengan hari kemarin. Dari situ aku menyimpulkan Ummi dalam kondisi yang cukup baik. Siang menuju dzuhur aku berangkat ke Mushola dan pulangnya mampir untuk makan. Ketika sedang memesan makanan, Abi menelpon dan meminta aku segera ke ruangan ICU. Tiba di ruangan, ternyata kondisi Ummi memburuk dan kejadian hari sabtu kemarin terulang. Abi sedang menandatangani dokumen-dokumen sementara aku menalqin Ummi. Jujur, dari siang itu perasanku sedih, takut namun juga kasian melihat Ummi terbaring seperti sudah sangat kesakitan. Sejak siang itu juga Aku menangis, Abi pun. Sedih melihat Ummi seperti itu. Saat itu dokter meminta persetujuan untuk melakukan kejut jantung dengan dua kemungkinan yaitu kembali normal atau detak jantungnya berhenti. Jika berhenti, beliau meminta persetujuan lagi untuk melakukan pijat jantung yang mana kami tidak izinkan karena hal tersebut hanya akan menyakitkan Ummi. Cukup lama kami di dalam ruangan, menalqin Ummi. Setelah dikejut jantung alhamdulillah jantung Ummi kembali berdetak normal sehingga kami diminta untuk menunggu kembali di luar. Sore harinya kami dipanggil kembali dan suster memperlihatkan kondisi Ummi yang semakin menurun. Saat itu saturasi Ummi berkisar 35% an dan itu sangat rendah. Suster menyampaikan jika keluarga perlu mengetahui penurunan yang terjadi agar tidak kaget. Sore itu aku sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an di samping Ummi sebelum akhirnya diminta menunggu lagi di luar. Sejak itu kami (aku dan abi) menunggu di depan pintu ICU, abi juga sudah bilang "Ikhlasin Ummi ya mbak...". Sanak saudara, kerabat, dan teman sudah dikabarkan, kedua adikku dipanggil menuju RS, sepupuku datang dari depok dan teman-teman Ummi/Abi juga berdatangan. Sampai pukul 21.30 kami tidak mendapatkan kabar apapun dari perawat. Teman-teman Ummi/Abi juga akhirnya pulang. Karena tidak ada kabar, kami berpikir kondisi Ummi sudah membaik dan masih bisa bertahan sampai esok hari. Akhirnya aku juga bilang ke Abi kalau aku mau pulang aja dengan adik dan sepupu karena kalau di RS semua hanya akan melelahkan dan khawatir membuat sebagian dari kami sakit, sedangkan masih ada hari esok untuk berjaga. Jam 22.00, aku, adikku yang kecil dan sepupuku pulang diantar teman abi. Sesampainya di rumah, aku beres-beres barang bawaan lalu aku mandi. Ketika sedang mandi, pintu kamar mandi diketuk dan Maci/tanteku berkata dengan nada yang bergetar "Mbak, Ummi udah nggak ada...". Aku pun memepercepat mandiku dan keluar. Kami pun menagis. Malam itu, 28 Maret 2022 pukul 22.45 WIB Ummi berpulang. Ummi berpulang dengan senyuman tersungging di wajahnya. Cantik dan tenang seperti tertidur biasa.
Ternyata tahun lalu adalah Ramadhan dan Ied Al-Fitr terakhir bersama ya mi.
Terima kasih Ummi sudah menemani mbak selama 23 tahun. Sudah menemani dan melihat mbak diwisuda SMA dan kuliah. Meskipun keinginan Ummi akhir-akhir ini untuk melihat mbak menikah tidak dapat terpenuhi. Ummi sudah mengajarkan kesabaran kepada mbak, sabar terhadap keadaan yang mungkin Ummi juga nggak mau seperti itu.
InshaAllah kita akan baik-baik saja mi. Abi, Aku, Umair dan Zaid. Bahkan Zaid yang paling tegar diantara kami. Di sekeliling kita masih banyak saudara yang akan menemani mi. Ada Maci, bude, bulik, keponakan-keponakan Ummi. Dan pasti kami akan selalu mendoakan Ummi. Sampai bertemu ya mi.
Terima kasih dan selamat jalan Ummi...
Nb: Dalam rangka mengenang dan mengabadikan momen terakhir bersama Ummi melalui tulisan.
Comments
Post a Comment